Senin, 09 April 2012

Hati- Hati di Kota Sukabumi terjadi Bubble Ekonomi semu

Sukabumi- Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) PASIM  Sukabumi yang juga sebagai pengamat ekonomi  Fajar laksana mengatakan, meskipun Peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Kota Sukabumi meningkat mencapai 6,12 %, namun peningkatan tersebut juga akan berdampak terjadinya Bubble economic (gelembung ekonomi).
 “ untuk itu pemkot Sukabumi harus secepatnya merumuskan atau membuat kawasan ekonominya, sehingga nantinya jangan terjadi bubble ekonomi yang semu. Selain itu saya melihat peningkatan LPE di kota sukabumi didominasi oleh sektor konsumtif.” Jelas Fajar ketika ditemui Neraca usai melakukan dialog peradaban dengan universitas Lyon College Amerika Serikat Prof.Martha Catherin Beck Ph D di Aula Pesantren Alfath PASIM Sukabumi kemarin.
Dijelaskan Fajar, kalau peningkatan bubble ekonomi tidak di kawal maka pemkot Sukabumi tidak akan tahu mana produk asli Kota Sukabumi yang ada di pasaran. Makanya secepatnya harus di buat kawasan ekonominya “ saya hanya menyarankan pemkot Sukabumi kalau tidak mempunyai Kawasan Ekonomi yang jelas akan tertinggal oleh daerah lain. Kan nantinya fungsi kawasan ekonomi tersebut bukan hanya untuk menata pedaganag saja melainkan juga untuk menata industri kecil, usaha kecil menengahnya, ataupun industri rumahan yang bersifat pribadi, sehingga tidak akan terjadi acak-acakan.” Ujarnya.
Selain itu Fajar juga menanyakan, apakah Kota Sukabumi khususnya dibidang perdaganagan yang berhubungan dengan perekomian rakyat, sudah mempunyai masterplan perdagangannya atau site plan yang jelas dalam menata perdagangan untuk menunjang Kota Sukabumi sebagi visi misi Kota Sukabumi salah satunya jasa perdagangan. “ Saya hanya menanyakan saja apakah Kota Sukabumi sudah mempunyai site plannya atau master plan perdagangannya, karena Kota Sukabumi sekarang menjadi daya tarik para investor baik itu dalam negeri ataupun asing.” Kata Fajar.
Bukan itu saja, Fajar juga menyoroti dunia perbankan, dimana dalam memebrikn modal lebih kepada kebutuhan konsumtif, bukan modal usaha  bagi para UKM. Padahal dari sektor UKM tidak sedikit para pelaku usaha membutuhkan modal meskipun tidak besar. “ Perbankan hanya memberikan modal usaha kebanyakan pada kosumtif seperti bantuan membeli rumah dan mobil, kenapa bukan modal usaha atau  lebih ke sektor perekonomian masyarakat.” Ungkapnya.
Sementara lanjut Fajar, bantuan untuk modal usaha pihak perbankan selalu dilibatkan, seperti bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)  dan yang baru Kredit Cinta Rakyat (KCR) dan itu juga ada di perbankan. Dan untuk KCR secara jujur dirinya baru tahu adanya program tersebut .” Kalau KCR ini bekerja sama dengan pemerintah dan dirinya mengusulkan pihak perbankan atau pemerintah  harus mensosialisasikan kepada masayarakat khusunya pada pelaku usaha kecil.” Terangnya. (Arya)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar